Garuda, Cerita Garuda Dikisahkan, pada suatu hari Sang Winata dan Sang Kadru, istri Bagawan Kasyapa, mendengar kabar tentang keberadaan seekor kuda bernama Uccaihsrawa, hasil pemutaran Gunung Mandara atau Mandaragiri. Sang Winata mengatakan bahwa warna kuda tersebut putih semua, sedangkan Sang Kadru mengatakan bahwa tubuh kuda tersebut berwarna putih sedangkan ekornya saja yang hitam. Karena berbeda pendapat, mereka berdua bertaruh, siapa yang tebakannya salah akan menjadi budak. Mereka berencana untuk menyaksikan warna kuda itu besok sekaligus menentukan siapa yang salah. Sang Kadru menceritakan masalah taruhan tersebut kepada anak-anaknya. Anak-anaknya mengatakan bahwa ibunya sudah tentu akan kalah, karena warna kuda tersebut putih belaka. Sang Kadru pun cemas karena merasa kalah taruhan, maka dari itu ia mengutus anak-anaknya untuk memercikkan bisa ke ekor kuda tersebut supaya warnanya menjadi hitam. Anak-anaknya menolak untuk melaksanakannya karena merasa perbuatan tersebut tidak pantas. Sang Kadru yang marah mengutuk anak-anaknya supaya mati ditelan api pada saat upacara pengorbanan ular yang diselenggarakan Raja Janamejaya. Mau tak mau, akhirnya anak-anaknya melaksanakan perintah ibunya. Mereka pun memercikkan bisa ular ke ekor kuda Uccaihsrawa sehingga warnanya yang putih kemudian menjadi hitam. Akhirnya Sang Kadru memenangkan taruhan sehingga Sang Winata harus menjadi budaknya.
Sementara itu, telur yang diasuh Sang Winata menetas lalu munculah burung gagah perkasa yang kemudian diberi nama Garuda. Sang Garuda mencari-cari kemana ibunya. Pada akhirnya ia mendapati ibunya diperbudak Sang Kadru untuk mengasuh para naga. Sang Garuda membantu ibunya mengasuh para naga, namun para naga sangat lincah berlari kesana-kemari. Sang Garuda kepayahan, lalu menanyakan para naga, apa yang bisa dilakukan untuk menebus perbudakan ibunya. Para naga menjawab, kalau Sang Garuda mampu membawa tirta amerta ke hadapan para naga, maka ibunya akan dibebaskan. Sang Garuda menyanggupi permohonan tersebut.
Singkat cerita, Sang Garuda berhasil menghadapi berbagai rintangan dan sampai di tempat tirta amerta. Pada saat Sang Garuda ingin mengambil tirta tersebut, Dewa Wisnu datang dan bersabda, “Sang Garuda, jika engkau ingin mendapatkan tirta tersebut, mintalah kepadaku, nanti pasti aku berikan”. Sang Garuda menjawab, “Tidak selayaknya jika saya meminta kepada anda sebab anda lebih sakti daripada saya. Karena tirta amerta anda tidak mengenal tua dan mati, sedangkan saya tidak. Untuk itu, berikanlah kepada saya anugerah yang lain”. Dewa Wisnu berkata, “Jika demikian, aku memintamu untuk menjadi kendaraanku, sekaligus menjadi lambang panji-panjiku”. Sang Garuda setuju dengan permohonan tersebut sehingga akhirnya menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Kemudian Sang Garuda terbang membawa tirta, namun Dewa Indra tidak setuju kalau tirta tersebut diberikan kepada para naga. Sang Garuda mengatakan bahwa tirta tersebut akan diberikan kalau para naga sudah selesai mandi.
Sampailah Sang Garuda ke tempat tinggal para naga. Para naga girang ingin segera meminum amerta, namun Sang Garuda mengatakan bahwa tirta tersebut boleh diminum jika para naga mandi terlebih dahulu. Para naga pun mandi sesuai dengan syarat yang diberikan, tetapi setelah selesai mandi, tirta amerta sudah tidak ada lagi karena dibawa kabur oleh Dewa Indra. Para naga kecewa dan hanya mendapati beberapa percikan tirta amerta tertinggal pada daun ilalang. Para naga pun menjilati daun tersebut sehingga lidahnya tersayat dan terbelah. Daun ilalang pun menjadi suci karena mendapat tirta amerta. Sementara itu Sang Garuda terbang ke surga karena merasa sudah menebus perbudakan ibunya.
Secara cerita tentang riwayat Garuda berawal pada kisah Garudeya, yang intinya tentang pelepasan dari perbudakan. Sehingga Garuda pun dijadikan lambang semangat kemerdekaan dari segala bentuk perbudakan (seperti di Indonesia & Tahiland, yang menjadikan Garuda sebagai simbol negara).Garuda digambarkan sebagai manusia (dewa?) setengah manusia setengah burung yang memiliki wajah berwarna putih dan bulu tubuh berwarna kuning emas. Konon Garuda digambarkan memiliki sayap yang sangat besar, begitu besarnya sehingga dapat menutupi matahari....Tersebutlah Kacyapa, seorang begawan, memiliki dua istri: Kadru dan Winata. Kedua wanita itu bersaudara yang sama-sama belum dikarunia anak setelah lama menikah. Mereka menghadap kepada sang suami agar diberi keturunan. Sang begawan lalu memberi mereka telur-telur yang harus dierami. Telur yang diberikan kepada Kadru menetas lebih dulu berupa seribu ular. Winata iri lalu memecahkan satu telurnya walau belum saatnya menetas. Sehingga lahirlah seorang anak yang belum sempurna bentuknya, diberi nama Aruna. Sang anak mengutuk ibunya, kelak sang ibu menjadi budak saudaranya sendiri. Tetapi kutukan itu akan hilang dengan syarat harus menunggu menetasnya telur yang satu lagi. Dialah yang akan membebaskan Winata. Singkat cerita, kutukan Aruna menjadi kenyataan. Winata menjadi budak Kadru. Hingga suatu saat telur Winata yang tersisa menetaskan seekor garuda. Sang garuda kemudian mencari air amerta sebagai syarat membebaskan ibunya yang diajukan oleh Kadru dan anak-anaknya. Melalui perjuangan berat, akhirnya garuda berhasil mendapatkan amerta. Dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan Dewa Wisnu dan meminta garuda menjadi wahana-nya. Garuda kemudian menyerahkan air amerta kepada Kadru dan ular-ularnya. Namun sang garuda berpesan agar anak-anak Kadru sebelum meminum air kehidupan itu mandi terlebih dulu. Dalam budaya Budha, awal kelahiran Garuda memiliki kesamaan dengan versi Hindu ~ juga digambarkan bahwa Garuda memiliki perseteruan dengan keluarga ular (Naga). Setelah mendapatkan pencerahan dari Sang Budha (dalam Mahasamyatta Sutta) mendapatkan tugas untuk menjaga gunung Semeru (Mahameru) dan Trayastrimsa (nirwana) dari serangan para Asura (para rasaksa/denawa).
|