-->
 

Bali Artilce

 

Bali Article
Bali Hotels Area
Bali Article
.
Bali Article
Bali Article
Welcome to Bali Article
Makna Padharman
Selasa, 07 Oktober 2008

Makna Padharman bagi Generasi Penerus

Pemujaan roh suci atau Dewa Pitara di Pura Padharman memiliki makna yang luas dan dalam. Apalagi yang distanakan di Pura Padharman adalah tokoh-tokoh yang memegang peran penting dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, bahkan dalam suatu negara kerajaan. Pemujaan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemujaan leluhur sebagai tangga menuju pemujaan pada Tuhan. Pemujaan di Pura Padharman memiliki makna yang jauh lebih luas daripada pemujaan di Merajan Kamulan Taksu.

==========================================================

Begitu juga pemujaan di Pura Padharman Ida Dalem Klungkung. Setiap roh suci raja yang distanakan di Pura Padharman Ida Dalem Klungkung patut dijadikan bahan renungan bagi generasi penerus, baik bagi keturunan raja secara langsung maupun bagi masyarakat luas. Seperti keberadaan Raja Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan. Raja ini adalah putra Mpu Kepakisan dari Jawa Timur. Dari gelar Mpu itu dapat kita simpulkan bahwa Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan itu adalah keturunan Brahmana. Karena beliau diangkat oleh Raja Majapahit sebagai raja maka beliau tidak menggunakan gelar Mpu sebagai gelar seorang pandita atau brahmana.

Hal ini dapat diasumsikan bahwa saat itu seorang brahmana tidak sertamerta keturunannya disebut brahmana. Tergantung profesinya dan jabatannya. Ada ayahnya brahmana, putranya sebagai ksatria karena jabatan dan profesinya ada juga seorang yang pada mulanya sebagai ksatria selanjutnya menjadi brahmana. Seperti Mpu Kuturan yang pada mulanya sebagai senapati selanjutnya menjadi brahmana dengan gelar Mpu.

Gelar senapati adalah gelar atau jabatan ksatria pada zaman kerajaan di Bali. Sedangkan gelar mpu adalah gelar untuk jabatan bagi seorang yang sudah dwijati atau sebagai pandita. Dari keberadaan Raja Klungkung Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan itu dapat kita simpulkan, bahwa saat itu ajaran Catur Varna berjalan baik. Tidak ada seorang disebut brahmana, ksatria, waisia atau sudra karena berdasarkan keturunan. Semuanya itu ditentukan oleh profesi atau jabatan yang dipegangnya.

Catur Varna ditentukan oleh Guna dan Karma bukan oleh wangsa atau keturunan. Saya yakin sebagian besar umat Hindu sudah paham akan hal ini. Tetapi perubahan ke arah kembali pada ajaran Catur Varna masih demikian lambat. Ada baiknya keberadaan Pura Padharman Ida Dalem Klungkung itu dijadikan bahan renungan. Dengan demikian proses memelihara adat-istiadat Hindu di Bali berdasarkan konsep Tri Kona masih berjalan dengan amat lambat. Hal ini menyebabkan berbagai kemajuan hidup beragama Hindu yang seharusnya kita bisa raih menjadi banyak tertinggal.

Keberadaan Pura Padharman Ida Dalem Klungkung di Besakih dapat dijadikan bahan kajian untuk memetik berbagai nilai-nilai positif yang ada di balik Pura Padharman tersebut. Raja itu memang seorang manusia biasa. Tentunya setiap raja pasti ada sisi terang dan sisi gelapnya. Semuanya itu dapat dijadikan bahan pelajaran dengan konsep Atita, Nagata dan Wartamana.

Apa yang terjadi pada masa lampau (Atita) patut direnungkan secara mendalam untuk menentukan apa yang mungkin kita dapat cita-citakan pada masa yang akan datang (Nagata). Dari dua sudut kajian itulah kita bisa rumuskan langkah saat ini (Wartamana). Dengan cara berpikir seperti itu kita bisa tidak kehilangan masa lampau yang gemilang atau tidak tersandung ulang tentang kesalahan yang mungkin terjadi di masa lampau. Artinya, hal-hal yang baik pada masa lampau dapat dijadikan modal dasar mengembangkan keberhasilan ke depan. Sebaliknya berbagai kegagalan atau kesalahan di mana lampau janganlah terulang lagi pada masa kini.

Pepatah mengatakan jangan kehilangan tongkat untuk kedua kalinya. Pengalaman baik dan buruk pada masa lampau kedua-duanya dapat dijadikan guru menuju kesuksesan hidup ke depan.

Yang juga cukup menarik untuk direnungkan adalah perpindahan pusat kerajaan yang dipimpin oleh Dinasti Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan. Pada awalnya pusat kerajaan di Samplangan dengan sebutan Linggarsa Pura di timur kota Gianyar sekarang. Dari Linggarsa Pura Pindah ke Gelgel dengan nama kota Sweca Pura dan terakhir ke Semara Pura kota Klungkung sekarang. Hal ini cukup menarik direnungkan oleh generasi sekarang.

Dalam peristiwa tersebut ada yang dipertahankan dan ada yang selalu siap diubah. Yang tetap dipertahankan adalah kalangsungan eksistensi kerajaan. Yang boleh berubah-ubah adalah pusat pemerintahan kerajaan. Kehidupan bersana akan kacau apabila tidak ada yang memimpin. Karena itu dalam Canakya Nitisastra ada dinyatakan bahwa dalam setiap kehidupan bersama yang bermukim harus ada pemimpin yang zaman dahulu disebut raja. Di samping itu dalam setiap pemukiman hidup bersama itu harus ada Pandita, Vaidya, Danada dan Nadi.

Kata ''raja'' sesungguh berasal dari kata rajintah yang artinya membahagiakan rakyat. Menurut Nitisastra hanya pemimpin yang mampu membahagiakan rakyatnyalah yang dapat disebut raja, demi kelangsungan pemerintahan kerajaan. Memang dalam praktiknya ada yang terbalik, ada raja yang lebih mengutamakan kebahagiaan dirinya dari kebahagiaan rakyat. Hal itu adalah suatu penyimpangan dengan idealisme raja menurut ajaran Nitisastra dalam agama Hindu.

Mungkin mirip dengan keadaan sekarang. Kewajiban utama pejabat negara pada hakikatnya adalah mengupayakan rasa aman dan kesejahteraan warga negara. Tetapi masih banyak oknum pejabat negara yang lebih mengutamakan kesejahteraan diri dan keluarganya daripada mengurusi warga negara. Tentunya hal ini menyimpang dari hakikat bernegara.

Kembali pada berpindah-pindahnya pusat kerajaan Dinasti Ida Dalem Sri Krsna Kepakisan patut dijadikan bahan studi. Apa yang menjadi pertimbangan utama dari perpindahan tersebut. Apa dari sudut keamanan pusat kerajaan, atau dari sudut pandang strategi pemerintahan atau pertimbangan spiritual.

Demikian juga pusat kerajaan pada awalnya bernama Pura, terus berubah menjadi Puri. Renungan pada semuanya itu akan amat berguna dalam memandang masa lalu (Atita) sebagai bahan dasar untuk merumuskan cita-cita ke depan (nagata). Dengan memadukan cara pandang Atita dengan Nagata maka akan mempermudah generasi sekarang merumuskan langkah yang harus dilakukan pada masa kini (Wartamana).

Sesungguhnya masih banyak nilai yang dapat disimak di balik keberadaan Pura Padharman Ida Dalem Klungkung yang amat berguna untuk pegangan hidup bagi generasi yang sekarang. * wiana

posted by Bali @ 01.27  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
About Me

Name: Bali
Home:
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Bali Article
Page Rank

Free Alexa Rank Checker Script

© 2006 Bali Artilce .Bali Information by back