Upacara tiga bulanan dan otonan sebaiknya dilaksanakan tepat pada harinya, yaitu: untuk tiga bulan, pada hari ke 105 setelah kelahiran. Upacara otonan pertama setelah berumur 6 bulan kalender Bali: 6x35 hari = 210 hari setelah kelahiran. Ketika berusia 105 hari organ tubuh bayi sudah sempurna dalam arti panca indranya sudah aktif, peredaran darah dan pencernaannya sudah normal. Aktifnya panca indra membawa dampak positif dan negatif pada kesucian atman (roh). Tujuan upacara tiga bulanan adalah: -
Menyiapkan anak untuk waspada akan pengaruh-pengaruh panca indria. -
Mengucapkan terima kasih kepada kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang telah menjaga bayi sejak dalam kandungan sampai lahir yaitu: a. Nyama Bajang, dan b. Kandapat. -
Bayi sudah menjadi "manusia" dan boleh diberi nama dan kakinya boleh menginjak tanah.
Jika belum diupacarai tiga bulanan, ia masih "cuntaka" yaitu belum suci. Namun demikian, karena berada jauh di rantau dan juga tidak ada yang bisa membuat upacara pada hari yang tepat, maka ketika pulang ke Bali semua anak-anak diupacarai sekaligus. Ini namanya "pengecualian" lebih baik terlambat dari pada tidak. Upacaranya boleh massal hanya saja "banten peras tataban" masing-masing anak satu. Demikian juga dengan otonan pertama, atau otonan rutin yang dilaksanakan setiap 6 bulan Bali.
Urutan upacara dan symbol (Niyasa) yang digunakan :
- Ayah dan ibu bayi mebeakala dengan tujuan menghilangkan cuntaka karena melahirkan.
- Nyama bajang dan kandapat "diundang" untuk dihaturi sesajen sebagai ucapan terima kasih karena telah merawat bayi sejak dalam kandungan sampai lahir dengan selamat. Tattwa yang sebenarnya adalah syukuran kehadapan Hyang Widhi atas kelahiran bayi.
- Si Bayi natab banten bajang colong artinya menerima lungsuran (prasadam) dari "kakaknya" yaitu kandapat (plasenta: ari-ari, getih, lamas, yeh-nyom)
- Si Bayi "mepetik" (potong rambut, terus digundul, menghilangkan rambut "kotor" yang dibawa sejak lahir).
- Si Bayi "mapag rare" (disambut kelahirannya) di Sanggah pamerajan, memberi nama, dan menginjakkan kaki pertama kali di tanah didepan Kemulan.
- Si Bayi menerima lungsuran (prasadam) Hyang Kumara yaitu manifestasi Hyang Widhi yang menjaga bayi.
- Si Bayi "mejaya-jaya" dari Sulinggih, yaitu disucikan oleh Pendeta.
Symbol (niyasa) yang digunakan dalam upacara Tiga Bulanan: - Regek yaitu anyaman 108 helai daun kelapa gading berbentuk manusia, sebagai symbol Nyama Bajang;
- Papah yaitu pangkal batang daun kelapa gading sebagai symbol ari-ari,
- Pusuh yaitu jantung pisang sebagai symbol getih (darah),
- Batu sebagai symbol yeh-nyom,
- Blego sebagai symbol lamas,
- ayam sebagai symbol atma,
- sebuah periuk tanah yang pecah sebagai symbol kandungan yang sudah melahirkan bayi,
- lesung batu sebagai symbol kekuatan Wisnu,
- pane symbol Windu (Hyang Widhi),
- air dalam pane symbol akasa,
- tangga dari tebu kuning sepanjang satu hasta diberi palit (anak tangga) tiga buah dari kayu dapdap symbol Smara-Ratih (Hyang Widhi yang memberi panugrahan kepada suami-istri).
Upacara otonan lebih sederhana dari tiga bulanan, karena tujuannya mengucapkan syukur kepada Hyang Widhi atas karunia berupa panjang umur, serta mohon keselamatan dan kesejahteraan. Yang diragukan oleh ortu anda, mungkin masalah tirta dari Sanggah Pamerajan ketika upacaranya di Jakarta. Jika upacara di Jakarta sudah seperti di atas, atau mendekati seperti itu, sudah cukup. Nanti di Bali dibuatkan tataban di Sanggah pamerajan yang dinamakan upacara "mapinton" yaitu memperkenalkan dan melaporkan kelahiran si bayi kepada roh leluhur yang distanakan di Sanggah Pamerajan. Namun jika ortu berkeras juga mau mengadakan upacara tiga bulanan dan otonan, sebaiknya turuti saja, karena beliau mungkin ingin mencurahkan kasih sayangnya kepada cucunya. Nah dengan demikian anda kan juga berbhakti kepada ortu dan membuat beliau senang, asal saja biayanya terjangkau.
|