Menurut ajaran Agama Hindu dengan konsep kesemestaan alamnya senantiasa menekankan betapa perlu dan pentingnya diciptakan suatu kondisi harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Kondisi yang harmonis itulah yang akan mengantarkan umat Hindu pada tujuan hidupnya – jagadhita dan moksha. Berpijak dadi pandangan demikian maka terhadap penggunaan suatu lingkungan (palemahan/pekarangan) patut juga memperhatikan segi-segi yang diyakini akan turut membuat kondisi harmonis. Karena itu lontar Ling Ira Bhagawan Wiswakarma telah menyuratkan perihal pekarangan atau tanah yang baik dan yang tidak baik dipergunakan untuk mendirikan suatu bangunan, baik perumahan, gedung, kantor, sekolah, tempat suci, dan lain-lain.
Pekarangan yang baik digunakan antara lain disebut: di timur (pascima) menemu labha (penghuninya akan mendapat untung), di utara: paribhoga wredhi (sejahtera dan bahagia), palemahan asah: sedang-sedang saja, palemahan inang: ceria dan asri serta berisi manik, palemahan mambu: sihin (dikasihi sahabat).
Selanjutnya pekarangan yang tidak baik dipergunakan lazim disebut sebagai “karang panes” dengan ciri-ciri berupa risiko yang diterima oleh si penghuni tanah tersebut yaitu: sering jatuh sakit, marah-marah tidak karuan, mengalami kebingungan , mudah bertengkar, dan sejenisnya. Ada pun jenis-jenis tanah yang tergolong karang panes ini di antaranya:
1. Karang Karubuhan Karang yang berhadap-hadapan atau berpapasan dengan “pempatan” atau “pertigaan” atau persimpangan jalan.
2. Karang Sandanglawe Karang yang memiliki pitu masuk berpapasan dengan pintu masuk pekarangan orang lain.
3. Karang Kuta Kabanda Karang yang di apit oleh dua ruas jalan raya.
4. Karang Sula Nyupi Karang yang berpapasan dengan jalan raya atau numbak marga atau numbak rurung.
5. Karang Gerah karang yang terletak di hulu Pura/Parahyangan.
6. Karang Tenget Karang bekas setra (sema), pura, pertapaan, dan lain-lain.
7. Karang Buta Salah Wetu Karang dimana di tempat tersebut pernah atau sedang terjadi keanehan-keanehan (ketidak lumbrahan) seperti: kelahiran babi berkepala gajah, pohon kelapa bercabang, pisang berbuah melalui batangnya.
8. Karang Boros Wong Karang yang memiliki dua pintu masuk yang sama tinggi dan berjajar.
9. Suduk Angga Karang yang dibatasi oleh pagar hidup dimana akar dan tunasnya masuk ke pekarangan lain.
Terhadap jenis pekarangan/tanah di atas bisa saja digunakan asal sudah melalui upacara upahayu halaning palemahan seperti Caru Karang Panes. Tetapi akan lebih rahayu lagi jika tidak dipergunakan. |